Legalnya Menurutku oleh Arwen chandra tatiano Rua...
oleh Arwen chandra tatiano
Ruangan tempatku bersantai kerap berasap, entah itu yang di kampung atau yang di perantauan. Pelakunya tak lain adalah ayah dan suami. Terkadang adikku dan gerombolan pemuda galaunya. Entah apa yang salah pada diri yang anggun ini, kenapa bisa hidup diliputi asap tembakau.
Sesungguhnya aku tak menyesal sedikit pun memiliki keluarga perokok. Namun akhir-akhir ini keanehan mulai muncul saat ada berita di televisi mengenai penyitaan rokok ilegal menurut negara yang katanya tak berpita. Hah, ada-ada saja.
Memangnya rambut Kuming yang sedikit kribo perlu diikat dan diberi pita? Atau kado ulang tahun berisi tahu? Tapi dari penuturan Mbeb, rokok memang harus legal dan ada pita cukainya. Lebih jauh lagi dia malah menuduh ayahku yang tak lain adalah ayah mertuanya.
Katanya ayahku itu terlalu banyak menghisap rokok ilegal. Karena tidak membayar pajak pada negara. Bagaimana mau membayar pajak, ayahku menghisap lintingan. Dari mbako dan papir dan cengkeh yang masing-masing dijual terpisah. Tentu dong tak ada pitanya.
Semakin jauh menuduh lagi si Mbeb bilang aku harus menghitung berapa batang lintingan yang telah ayah hisap selama hidupnya, lalu dikalikan pajak rokok per batang. Hewh, aku tidak sanggup menghitung.
Setelah puas membuatku ketakutan akan kasus penggelapan pajak oleh ayah, dia dengan bangga mengatakan, "Lihat aku. Rokokku pasti legal, belinya aja di minimarket."
Mulai saat itu aku tidak melegalkan rokoknya. Karena itu dibeli dengan uang hasil menyembelih uang belanja rumah tanggaku. Aku yang tidak bodoh ini pun mengajukan syarat legal rokok baginya. Yaitu harus membawa surat izin istri pertama saat membeli rokok. Yang tidak lain dan tidak bukan adalah aku. Iya aku si pemilik cergun.
Penulis adalah Arwen chandra tatiano
KAMPUNG PETANI
oleh:Pluto partner
.Namanya memang begitu, Kampung Petani. Sebab sejak dulu semua warganya cinta bercocok tanam. Padi, gandum, singkong, ubi, dan banyak sayuran lain. Yang menanam padi, mempelajari benar semuanya tentang padi, sampai ia yakin ingin menanam padi. Begitupun yang menanam gandum dan sayuran lainnya. Mereka menanam tanpa mengurusi pilihan tanam orang lain. Walhasil meskipun jarang panen bersamaan, Kampung ini tetap semarak dan saling menghormati.
.
Pernah suatu ketika, seorang petani padi mulai mempertanyakan produktifitas petani lain. Dia ingin semua warga menanam padi, sama seperti dirinya. Ada yang setuju, ada yang menolak. Petani padi yang banyak, mulai memaksakan kehendak. Makin bernafsu membuat Kampung Petani jadi Kampung Padi.
.
Petani Padi tak pernah tahu, atau mau tahu, bila Petani lain punya dasar sendiri akan pilihan bercocok tanamnya. Petani Padi menganggap, Padi adalah yang terbaik, menghina komoditas lain.
.
Petani Padi jadi lebih sibuk menjelekan ladang lain, sampai lupa mengurus ladangnya. Banyak gulma. Banyak hama. Gagal panen. Petani Padi merugi. Menyesal ia mengurusi orang lain.
.
Petani Padi pun sadar, tak memaksakan lagi. Ia fokus mengurus ladangnya. Bersih. Sejuk. Panen sukses. Petani lain senang melihat itu. Kampung Petani tak pernah lapar. Keberagaman membuat mereka kaya. Tak saling senggol. Adapun yang berpindah haluan, bukan karna paksaan, tapi karna langsung melihat ladang dan hasilnya. Dan tak ada yang dibenci karna mengganti pilihan tanam. Sebab mereka tahu, Petani yang baik adalah Petani yang bersungguh-sungguh menggarap ladangnya, bukan yang sibuk mengurusi ladang orang lain.
.
TAMAT
penulis adalah seseorang dengan nama panggilan Pluto partner
No comments