.post-body img { width:500px! important; height:auto! important;}

Page Nav

HIDE

Grid

GRID_STYLE

Classic Header

{fbt_classic_header}

Header Ad

//

Breaking News

latest

Cerpen JANGANKAN DIPELUK, WAJAHNYA SAJA AKU TAK INGAT

                     JANGANKAN DIPELUK, WAJAHNYA SAJA AKU TAK INGAT                                                       ...


                     JANGANKAN DIPELUK, WAJAHNYA SAJA AKU TAK INGAT
jangankan peluk
                                                                 Oleh :Wasiyani


Omat terduduk di sudut kamar. Wajahnya sendu, di pipinya terlihat bekas air mata. Aku masuk, mendekatinya. Menirukan posisi duduknya sambil memeluk kedua lutut yang ditekuk,lalu menyandarkan dagu diatasnya. Omat adalah seorang anak berusia delapan tahun. Duduk di kelas III sebuah sekolah dasar. Dia tidak tinggal di rumah ayah atau pun ibunya. Bahkan saudara pun bukan. Yang dia tahu, dulu waktu masih berumur tiga tahun ada tetangga yang mengantarkannya ke sebuah yayasan yang mengurusi anak-anak yatim. Lalu di mana keluarga Omat sekarang? Nenek dan kakeknya masih ada, namun terlalu renta untuk mengurus Omat yang waktu itu masih kecil. Omat kini tinggal di sebuah tempat yang cukup nyaman. Ada Pengasuh yang begitu bijak membimbing dan mengayomi berpuluh-puluh anak yang senasib dengannya.

'
Nyaman, benarkah? Lalu kenapa Omat menangis sendiri, sementara teman-temannya bermain dengan keceriaannya. Berlari laru kejar-kejaran. Biasanya Omat seperti halnya teman yang lain. Aneh saja aku melihat terduduk sendiri, sedang menangis pula. Tangisan tanpa suara, namun air mata mengalir kemana-mana.
"Omat kenapa? Tumben nggak main sama teman-teman?
,
Omat masih terdiam sambil sesenggukan. Aku berusaha membelainya. Melepaskan kedua tangan dari lututnya. Menatapnya erat-erat. Lalu kuusap air matanya.
"Omat ada masalah? Ayo cerita sama Kakak. Mumpung nggak ada siapa-siapa. Kakak sudah berkali-kali bilang, kalau ada yang sedang merasa sedih, segera ambil wudhu, gelar sajadah, curhat sama Allah. Sekiranya tidak mau cerita sama orang lain."

'
Beberapa detik kemudian Omat mulai bersuara. "Kak, saya iri sama teman-teman. Mereka bahagia sekali, punya ayah punya ibu. Kalau sekolah dianterin. Pamitan, cium tangan lalu dipeluk. Saya ingin seperti mereka Kak ...!" Nada bicara Omat sedikit meninggi.
Rasanya tersayat-sayat mendengar curhatan Omat. Aku berusaha memeluknya. Menenangkan perasaannya.
"Omat, sayang. Di sini masih ada Umi, Abi, juga Kakak yang sayang sama kamu. Do'akan saja semoga ayah dan ibumu selalu mendapatkan kasih sayang Allah. Bayangkan saja, yang memelukmu ini adalah ibumu ."
"Bagaimana Saya bisa membayangkan. Wajahnya pun sudah tak ingat ,Kak."
Omat berusaha melepaskan pelukanku dan kembali memeluk kedua lututnya.
Bukannya menenangkan si Omat, aku malah ikut terhanyut dalam kesedihannya. Membayangkan seandainya aku berada di posisinya.
Bersyukur sekali masih mempunyai kedua orang tua yang lengkap. Terbayang di benak, kenapa dulu sering membuat mereka marah. Sering membantah dan kadang membuat mereka kecewa. Kenapa tidak berpikir kalau ternyata ada banyak anak manusia yang tak mengenal ibu dan ayahnya?
Yaa Allah..
Betapa berdosanya diri ini.
Semakin jelas terbayang wajah ibu dengan fisik yang semakin melemah.

'
Omat tak mengenali wajah ibu dan ayahnya. Data yang pernah kudengar dari Pengasuh yayasan, Omat adalah seorang anak yang begitu malang. Semenjak lahir diurus oleh Kakek dan neneknya. Sementara ibu dan ayahnya entah di mana keberadaannya. Lapor polisi pun tiada guna karena akan membeberkan aib keluarga Kakek Omat. Akhirnya mereka memutuskan untuk diam. Sekiranya masih mempunyai naluri kemanusiaan maka ayah dan ibu Omat akan kembali dan mengambil anaknya. Hari berganti, minggu beranjak pergi, bulan mulai berlari dan tahun pun juga berganti. Tiada kabar apapun dari ayah dan ibu Omat. Omat yang merindukan pelukan seorang ibu yang bahkan wajahnya pun tak pernah ia tahu.

.
penulis merupakan wasiyani yang menatap di bekasi semoga dapat memberi berkah bagi yang membaca.

'
Bekasi,09 februari 2016

No comments