.post-body img { width:500px! important; height:auto! important;}

Page Nav

HIDE

Grid

GRID_STYLE

Classic Header

{fbt_classic_header}

Header Ad

//

Breaking News

latest

Cerpen Qaddara

QADDARA OLEH: SEKAR AYU LARASATI          Gadis itu manis senyumnya,mampu membuat hatiku berdesir setiap bertemu ...



QADDARA
OLEH: SEKAR AYU LARASATI
qaddara

         Gadis itu manis senyumnya,mampu membuat hatiku berdesir setiap bertemu di pelataran langgar milik Ki Wasal.Lama kukenal dia.Tapi,mulutku tidak mau diajak kompromi.Selalu kelu lidah ini dibuatnya.Hampir semua pemuda di desaku menaruh hati.Bahkan,duda pun rela menjual sawah demi menikahi gadis manis itu.Padahal,dulu kami kawan akrab.Dimana ada aku,disitu pasti ada dia.Mungkin nasib berkata lain.Tapi,aku tetap memegang teguh pepatah Jawa “Witing tresno jalaran seko kulina.”masih adacara lain untuk mempererat hubungan kita.Tinggal bagaimna membiasakan diri,seperti dulu kita bermain tulu-tulupan dengan kertas koran.Lugu.Sore itu udara pedesaan dingin sekali.Kulihat,memang keadaan sudah melenakan manusia.Jalanan sepi.Paling hanya penjual siomay,batagor,wedang bajigur,atau wedang ronde keliling.Keras nian,di saat orang-orang malas keluar rumah.Itulah saat mereka mencari uang.Di rumah sepi.Orangtuaku pergi ke langgar lebih awal,karena ada musyawarah penting.Karena tak kuat hawa dingin khas pedesaan,kuberanikan diri keluar rumah untuk membeli wedang ronde Pak Salman.Wuuuh,baru dibuka sedikit saja anginnya kencang langsung menerpa wajahku yang tirus.”Pak,wedang ronde satu!!”teriakku,untung saja dia tak berhenti jauh dari rumah.Tinggal panggil saja,satu bungkus wedang ronde sudah siap.Cuma Rp 5.000,00.Harga segitu sudah mahal.Siapa dia,cantik sekali.O iya,sekarang kan ada acara pemuda/pemudi menyambut hari panen besok.Aku sampai lupa.Langsung kuambil baju batik dan celana panjang.Dengan jaket tebal,kutembus hawa dingin yang belum hilang juga.Sesampainya di balai desa.Ternyata perempuan tadi ialah kawan lamaku yang manis.Pantas saja aku tertegun dibuatnya,dia tidak seperti biasanya.Sore ini,dia sangat cantik.Dengan baju batik dan jarik yang membungkus tubuhnya yang ideal.
            “Her,kau lihat apa?”sapaan Dinara mengagetkanku.
“Aku suka melihat kesibukan,orang-orang berlalu lalang.”Jawabku sembarangan.
“Alah,jangan bohong.Kenapa tak mencoba untuk ikut membantu.Barangkali saja dia tahu maksudmu.”
“Tidak usahlah,biar dengan caraku saja.Tidak dibuat-buat.Alami.”
Dinara,sepupuku.Dia mengerti betul gelagat orang yang sedang jatuh cinta,dengan siapa,dan sarannya manjur.Pemuda di desa ini,selalu curhat pada Dinara.Dia memang belum punya pasangan.Tapi lamaran dimana-mana.Ya,itu dia Dinara.Perangainya ceria,mudah bergaul,dan pintar.
“Kau tak mau mencoba mendekati dia.Toh,kau dulu kan kawan lamanya.”
“Tapi,semenjak aku merantau satu tahun yang lalu.Persahabatan kami tak seperti dulu.”
“Dia hanya canggung,kalau bahasa kotanya,kagok.Belum terbiasa.Cobalah saja dulu.Ayo,ikut aku.”
Dinara langsung menarikku menuju ruangan inti acara.Disitu kursi-kursi sudah rapi tertata,panggung mini tapi menarik pun ikut meramaikan acara malam nanti.
“Rosiha,panggillah kakakmu sebentar.Aku mau berbicara dengannya.”
“Tapi,sekarang sedang sibuk mbak.”
“Cepatlah,hanya sebentar saja.”
“Baiklah.”
Apa yang dibicarakan Dinara dengan Rosiha.Apa ini,dia menuju kemari.
“Kau tenang saja.Tidak usah grogi.”bisik Dinara.
“Kau ini apa-apaan.”
Langkahnya terburu-buru ke arah kami,”Ada apa?”suaranya membuat hatiku berdesir.
“Mbak,ada apa cepat.Aku masih banyak kerjaan.”
“Kau ingat lelaki ini?”
“Ingat,memangnya kenapa?”
“Besok dia mau mengambil tebu,kau mau menemani?”
Ha?mengambil tebu?apa-apaan ini,aku tak menegerti.Mengambil tebu itu kan tidak sebentar.Aku tahu.Ini pasti jurus Dinara.
“Coba besok aku minta izin orang tua di rumah dulu.Kalau boleh,biar kusampaikan kepada Rosiha,adikku.Biar dia bilang dengan Kang Rusman.”ucapnya lembut.
“Baiklah,jangan lama-lama.”
“Iya,mbak.Permisi.”
Dia tak berani menatap mataku,takut jatuh cinta atau bagaimana aku tak tahu.Entah kenapa,aku terlihat senyum-senyum sendiri.Dinara yang sudah mahir dalam percintaan,langsung memberiku wejangan supaya besok aku tidak kehabisan kata-kata.
“Tapi mau bagaimanapun,lidahku kelu Din.”
“Makannya,sekarang aku kasih buku kecil ini.Jangan hilang.Isinya lengkap,panduan memulai percakapan untuk dua sejoli yang jatuh cinta.”
“Memangnya dia menaruh hati padaku?”
“Kau ini bodoh ya,kau tidak melihat sorot matanya yang berbeda?wanita itu kalau sedang jatuh cinta,dia tak mau menatap mata lelaki yang ada di hatinya.”
“Benarkah?”
“Entah,lelah aku bicara denganmu.Baca saja buku ini sampai habis,biasakan lidahmu.Kalau bisa buat coret-coretan di telapak tanganmu biar tak lupa besok.”
Aku memang bodoh kalau urusan cinta.Jadi,Dinara adalah dokter cintaku sampai aku berhasil membawa pujaan hatiku ke pelaminan.
            Adzan maghrib berkumandang,tanda harus segera melaksanakan sholat.Kami semua,otomatis langsung menuju langgar yang letaknya hanya beberapa langkah saja.Aku tahu,setiap aku menunduk dia berani melihatku.Tapi,kalau aku menoleh dengan maksud ingin tersenyum.Dia sudah mengalihkan pandangan lebih dulu.Sayang seribu sayang,kalau begini kapan aku bisa tebar pesona dengan pujaan hatiku.
“Kau tak perlu tebar pesona.Cukuplah kau beri senyum sedikit saja.Karena,yang suka bukan hanya kau.”nasihat Dinara.Baiklah,aku harus bisa menunjukkan kesungguhanku.Untuk urusan uang,tidak usaha khawatir.Aku dari dulu seorang wirausahawan.Jadi,tabungan untuk ke pelaminan sudah lumayanlah.Langkahku yang lebar dan cepat membuat nafasku ngos-ngossan.
“Akang,assalammu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”jawabku.Pujaan hatiku.Dia menyapaku.Alhamdulillah.
Langkahnya cepat sekali.Dari kejauhan,kudengar suara gadis muda tertawa kecil.
Setelah sholat berjamaah di langgar.Aku tidak langsung pulang.Memang sengaja,karena dia juga belum pulang.
“Ayo,ke balai.Betah sekali di langgar.Dinginnnya minta ampun.Ayo,sebentar lagi acara dimulai.”lamunanku buyar,setelah Tresno menepuk bahuku.
“Ya,sebentar.”aku kesusahan berdiri,kakiku kesemutan.Ternyata dia sudah pergi ke balai bersama temannya.Dengan berjalan tertatih-tatih menahan kesemutan yang luar biasa.Akhirnya lenyap juga dari kakiku.
            Sesampainya di balai,ternyata dia sebagai pembuka acara.Suaranya yang merdu,kembali melenakan telingaku yang termanjakan dengan suaranya yang lembut.Aku tidak mau membuang kesempatan emas.Kuambil posisi paling strategis,paling depan,tepat di hadapannya.Jadi,tidak ada alasan untuk membuang pandangan.Ketika kucermati,ternyata lantai panggungnya ada yang bolong.Ketika nyanyiannya hampir selesai,langkahnya pelan ke belakang.Gubrak.Dia terjatuh.Untung saja aku duduk paling depan.Paling tidak,bisa langsung naik ke panggung dan membopongnya ke ruang panitia.Dinara memberiku kode supaya lebih lama.Kebetulan dia panitia acaranya,jadi semua bisa dia atur.
”Aduh..”rintihnya.
“Mana yang sakit,biar kuurut sebentar.”
“Tidak usah kang.”sambil menahan sakit,matanya sembab.
“Kau kesakitan,dan aku tidak akan membiarkan kawan lamaku dirundung kesedihan.Biarkan kuurut kakimu,supaya lekas sembuh.”
Dia terdiam dari isaknya.Tanganku dengan cekatan meramu minyak untuk mengurut kakinya yang mulai biru.Di tengah perjalanan,dia bertanya,
“Akang,belum lupa sama Aisyah?”
Aku diam.”Kau bicara apa?”
“Aisyah pikir,setelah akang merantau.Akang sudah lupa punya sahabat.”
“Aisyah jangan ngawur kalau bicara.Mana mungkin akang lupa.”
Dia tak tahu kalau tubuhku rasanya hangat.Keringatku bercucuran.Grogi.
“Sudah enak kan kakinya.Coba digerakkan.”
“Sudah kang,terimakasih.”
“Sama-sama.Besok tidak usah ikut menemani akang mencari tebu ya.”
“Iya kang.”
            Setelah selesai acara di balai,kuantar Aisyah pulang dengan sepeda ontel milik Bapak.
Tangannya melingkar di perutku,memang malam yang dingin.Mulutku saja sampai menggigil.Ayooo,kurang beberapa kayuhan lagi sudah sampai.Ketika memasuki rumah Aisyah,orangtuanya sudah menunggu di teras.Melihat anak gadisnya kesakitan,langsung Pak Muntahar bergegas mengendong.”Saya pamit pulang Pak,Bu.”
“Eeeee,mau kemana?disini sebentar dulu.Bapak mau bicara sama kamu,Her.”
“Bicara apa ya Bu?”tanyaku penasaran.
“Ya makannya,tunggu sebentar.Ibu mau buatkan kue sama minuman dulu.”
“Tidak usah Bu,malah saya ….”
Belum selesai bicara,Pak Muntahar keluar sebentar dan menyuruhku masuk.
“Her,bagaimana kabar orangtuamu?”tanya Pak Muntahar basa-basi.
“Alhamdulillah,sehat Pak.”
“Bapak berterimakasih,kamu sudah mau menolong Aisyah.Kabar jatuhnya Aisyah barusan Bapak dengar dari Dinara,sepupumu.”
“Iya,Pak.Sama-sama.”
“Aisyah,akhir-akhir ini sering menangis.”
Suasana menjadi hening.Hanya terdengar kesibukkan Ibu Muntahar di dapur.
“Ada apa Pak?”
“Dia takut kehilangan kawan lamanya.”
“Maksud Bapak?Saya?”
“Betul,Bapak tahu betul masa kecil kalian.Dimana ada Heri disitu pasti ada Aisyah.Tolong Bapak titip Aisyah ya,Her.”pinta Pak Muntahar.
“Baik,Pak.”aku refleks menjawab.Karena ini amanah,harus dijaga.
“Banyak yang mau melamar Aisyah.Tapi hati Bapak tidak srek.Belum ada yang pas.Padahal yang melamar Aisyah itu sangat mumpuni.”
Pak Muntahar diam sejenak,kemudian melanjutkan kalimatnya,
“Aisyah,nama yang indah.Bapak bangga punya anak perempuan seperti dia.Apalagi kamu Her,sahabatnya.Dia tidak mau menikah,dan tidak mau menjatuhkan pilihan kepada lelaki manapun yang melamarnya.Alasannya,dia tidak mau durhaka kepada orangtuanya.Jadi,untuk urusan suami.Ia serahkan kepada Bapak dan Ibu,sebagai orang tua.Karena,ridho orangtua,ridho Allah juga.”tutur Pak Muntahar.
“Jadi begitu ya Pak?”
“Iya,nak Heri.”
“Pak,seminggu lagi saya mau ke Surabaya.”
“Surabaya?ada apa Her?kau mau merantau ke Surabaya?Lama tak kau ke Surabaya?”aku diberi pertanyaan bertubi-tubi.Tapi,dengan mantab aku menjawab,
“Bapak tahu,saya dari dulu suka membantu Ibu berjualan.Sejak kecil saya sudah terbiasa hidup sebagai wirausahawan.Ceritanya,saya diberi satu toko sepatu oleh kawan rantau saya.Namanya Imam.Sebagai tanda terimakasih,waktu toko bajunya hampir dirampok orang.Dari satu toko sepatu itu,Pak.Sekarang saya punya sepuluh cabang.Alhamdulillah konsumen nyaman.Jadi,saya dipercaya untuk mengisi seminar di Surabaya sebagai wirausahawan muda yang berhasil.”jawabku panjang lebar.Ini adalah titik terang untuk menuju ke pelaminan.
“Syukur,Her.Bapak tambah bangga sama kamu.Berapa hari Her?”
“Hanya tiga hari,Pak.”
Kemudian,Bu Muntahar keluar dari dapur dan membawa nampan penuh dengan gelas berisi teh hangat dan sepiring kue jahe.Bu Muntahar juga tak mau ketinggalan,
“Her,kamu betul mau ke Surabaya?”tanya Bu Muntahar.
“Betul,Bu.Tapi hanya seminar saja.Tidak lama.Hanya tiga hari.”
“Tiga hari itu lama Her,untuk Aisyah.”
“Maksud Ibu?”
“Waktu Aisyah kau tinggal merantau selama dua tahun saja,dia murung dan tidak mau makan.Tubuhnya kurus.Untung saja,Bapak bisa membujuk Aisyah supaya tidak sedih.Soalnya,dia takut kehilangan kawan lamanya.”
“Kalau begitu,Heri akan terus menjaga Aisyah,kapanpun diamanapun.”
“Kau tahu maksud Bapak mengajakmu mengobrol tentang Aisyah?”
“Memangnya ada apa Pak?”tanyaku dengan hati yang berdegup kencang.Apa mungkin ini adalah kunci membawa Aisyah ke pelaminan.Kata hatiku semakin ngawur.
“Menikahlah dengan Aisyah,setelah kau pulang dari Surabaya.”
“Bisa to nak Heri?”tangan Bu Muntahar memegang pundakku yang lebar.
“Bismillah,Pak,Bu.Heri siap menikah dengan Aisyah.”
“Alhamdulillah,besok bawa orangtuamu kemari.Untuk lamaranmu,Her.”
“Baik,Bu.”
Setelah menghabiskan segelas teh hangat dan satu kue jahe.Aku pamit pulang.Apa ini semua rencana Allah?sungguh indah rencanaNya.Karena tak mampu membendung perasaan bahagiaku,kuceritakan semuanya kepada Dinara.Ia juga ikut bahagia,malah dia sampai meloncat-loncat bahagia,
“Inilah yang namanya rencana Tuhan.Jodoh itu sudah ada yang ngatur.Witing tresno jalaran seko kulina.”
Pepatah jawa itu,yang selalu kupegang.Sesampainya di rumah,ternyata Bapak dan Ibu sudah tahu.Jadi,alasan kenapa tadi ke langgar lebih awal karena orangtua Aisyah merencanakan soal hubunganku dengan calon istriku.
            Malam ini,aku tidak bisa tidur.Masih senyum-senyum sendiri.Padahal sudah jam duabelas malam.Biarlah,namanya juga orang lagi bahagia.Lama-lama mataku terpejam,dalam mimpiku Aisyah tampak cantik dan anggun dengan kebaya putih dan jarik marun buatan Nyai Rusman.Senyumannya manis.Waktu mau menggandeng tangannya untuk masuk rumah,aku terbangun.
“Sudah shubuh,sana sholat dulu.Terus mandi.Kita berangkat ke rumah Pak Muntahar jam delapan.Sebelum pesta panen dimulai.”
“Nggeh,Pak.”jawabku.
Tepat pukul delapan kami semua menuju ke rumah Pak Muntahar,disana terlihat sepi.Tapi ada yang lain dengan rumah ini.Betul,banyak sepeda ontel terparkir di rumah Aisyah.Tapi,kok sepi ya?
“Assalammu’alaikum.”sambil mengetuk pintu rumah.
Rosiha,dengan kebaya coklat membukakan pintu dan mempersilahkan masuk.Proses lamaran hanya butuh waktu satu jam.Setelah itu,kami menuju ke pesta panen didekat balai desa.
            Seminggu berlalu,keberangkatanku ke Surabaya disambut oleh kehadiran Aisyah.Dia mendekatiku,
“Akang,hati-hati di jalan.Aisyah siap menunggu.”air matanya mengalir.
“Akang tidak lama,hanya tiga hari.Setelah itu,Akang siap menikahimu.”
Dia tersenyum.Haru.Kuusap air matanya.Kemudian,ia memasukkan sapu tangan kecil ke saku bajuku.
“Dijaga ya Akang.”
“Iya Aisyah.”
Kang Yono,yang sedari tadi menungguiku hanya bisa memandangi kami berdua.
“Her,sudah belum?”tanya Kang Yono.
“Sudah Kang.Aisyah doakan Akang selamat.”
Aisyah mengangguk,”Pasti Kang.”
Semakin kencang laju motor Kang Yono,semakin jauh jarak antara Aku dan Aisyah.Sesampainya di stasiun,aku titip salam buat Aisyah kepada Kang Yono,
“Sampaikan ya Kang,kalau aku tidak apa-apa.”
“Siap!hati-hati Her.”
“Iya kang.”
            Dengan kereta ekonomi,yang menghabiskan waktu yang tidak sebentar.Aku kelelahan.Akupun tertidur.Pak kondektur membangunkanku yang masih terlelap.
“Sudah sampai Mas.Ayo bangun.”dia mengguncang-guncangkan tubuhku.Tapi,dadaku sesak.Aku tak mampu bernafas.Dia memanggilku.Malaikat telah mengambil nyawaku.Semua orang bingung bukan kepalang.Aku dibawa ke rumah sakit terdekat.
“Bagaimana keadaannya Dok?”
“Allah telah menempatkan dia di tempat yang lebih baik.”
Semua orang diam.Pak kondektur yang menolongku,memulangkan jasadku ke desa.Aku mati.Aisyah,maafkan Akang.Semua warga desa tak henti-hentinya menangis.Semua pernikahan yang telah direncanakan hancur berantakan.Aisyah,tak kuat menahan pedih yang mendera.Ia pingsan.Dalam mimpinya,aku berpesan,
            Gadisku,pujaan hatiku.
Aisyah,kau jangan menanggis.Ikhlaskanlah kepergian Akang.
Cinta Akang tidak akan pernah ada habisnya.
Relakanlah Akang,semailah cinta Akang dengan doamu di setiap sujudmu.
Kini,takdir berkata lain.
Akang sangat mencintaimu.
Akang cinta Aisyah.

No comments