QADDARA OLEH: SEKAR AYU LARASATI Gadis itu manis senyumnya,mampu membuat hatiku berdesir setiap bertemu ...
Gadis itu manis senyumnya,mampu membuat hatiku berdesir setiap bertemu di pelataran langgar milik Ki Wasal.Lama kukenal dia.Tapi,mulutku tidak mau diajak kompromi.Selalu kelu lidah ini dibuatnya.Hampir semua pemuda di desaku menaruh hati.Bahkan,duda pun rela menjual sawah demi menikahi gadis manis itu.Padahal,dulu kami kawan akrab.Dimana ada aku,disitu pasti ada dia.Mungkin nasib berkata lain.Tapi,aku tetap memegang teguh pepatah Jawa “Witing tresno jalaran seko kulina.”masih adacara lain untuk mempererat hubungan kita.Tinggal bagaimna membiasakan diri,seperti dulu kita bermain tulu-tulupan dengan kertas koran.Lugu.Sore itu udara pedesaan dingin sekali.Kulihat,memang keadaan sudah melenakan manusia.Jalanan sepi.Paling hanya penjual siomay,batagor,wedang bajigur,atau wedang ronde keliling.Keras nian,di saat orang-orang malas keluar rumah.Itulah saat mereka mencari uang.Di rumah sepi.Orangtuaku pergi ke langgar lebih awal,karena ada musyawarah penting.Karena tak kuat hawa dingin khas pedesaan,kuberanikan diri keluar rumah untuk membeli wedang ronde Pak Salman.Wuuuh,baru dibuka sedikit saja anginnya kencang langsung menerpa wajahku yang tirus.”Pak,wedang ronde satu!!”teriakku,untung saja dia tak berhenti jauh dari rumah.Tinggal panggil saja,satu bungkus wedang ronde sudah siap.Cuma Rp 5.000,00.Harga segitu sudah mahal.Siapa dia,cantik sekali.O iya,sekarang kan ada acara pemuda/pemudi menyambut hari panen besok.Aku sampai lupa.Langsung kuambil baju batik dan celana panjang.Dengan jaket tebal,kutembus hawa dingin yang belum hilang juga.Sesampainya di balai desa.Ternyata perempuan tadi ialah kawan lamaku yang manis.Pantas saja aku tertegun dibuatnya,dia tidak seperti biasanya.Sore ini,dia sangat cantik.Dengan baju batik dan jarik yang membungkus tubuhnya yang ideal.
“Her,kau
lihat apa?”sapaan Dinara mengagetkanku.
“Aku suka melihat
kesibukan,orang-orang berlalu lalang.”Jawabku sembarangan.
“Alah,jangan bohong.Kenapa tak
mencoba untuk ikut membantu.Barangkali saja dia tahu maksudmu.”
“Tidak usahlah,biar dengan caraku
saja.Tidak dibuat-buat.Alami.”
Dinara,sepupuku.Dia mengerti betul
gelagat orang yang sedang jatuh cinta,dengan siapa,dan sarannya manjur.Pemuda
di desa ini,selalu curhat pada Dinara.Dia memang belum punya pasangan.Tapi lamaran
dimana-mana.Ya,itu dia Dinara.Perangainya ceria,mudah bergaul,dan pintar.
“Kau tak mau mencoba mendekati
dia.Toh,kau dulu kan kawan lamanya.”
“Tapi,semenjak aku merantau satu
tahun yang lalu.Persahabatan kami tak seperti dulu.”
“Dia hanya canggung,kalau bahasa
kotanya,kagok.Belum terbiasa.Cobalah saja dulu.Ayo,ikut aku.”
Dinara langsung menarikku menuju
ruangan inti acara.Disitu kursi-kursi sudah rapi tertata,panggung mini tapi
menarik pun ikut meramaikan acara malam nanti.
“Rosiha,panggillah kakakmu
sebentar.Aku mau berbicara dengannya.”
“Tapi,sekarang sedang sibuk mbak.”
“Cepatlah,hanya sebentar saja.”
“Baiklah.”
Apa yang dibicarakan Dinara dengan
Rosiha.Apa ini,dia menuju kemari.
“Kau tenang saja.Tidak usah
grogi.”bisik Dinara.
“Kau ini apa-apaan.”
Langkahnya terburu-buru ke arah
kami,”Ada apa?”suaranya membuat hatiku berdesir.
“Mbak,ada apa cepat.Aku masih
banyak kerjaan.”
“Kau ingat lelaki ini?”
“Ingat,memangnya kenapa?”
“Besok dia mau mengambil tebu,kau
mau menemani?”
Ha?mengambil
tebu?apa-apaan ini,aku tak menegerti.Mengambil tebu itu kan tidak sebentar.Aku
tahu.Ini pasti jurus Dinara.
“Coba besok aku minta izin orang
tua di rumah dulu.Kalau boleh,biar kusampaikan kepada Rosiha,adikku.Biar dia
bilang dengan Kang Rusman.”ucapnya lembut.
“Baiklah,jangan lama-lama.”
“Iya,mbak.Permisi.”
Dia tak berani menatap mataku,takut
jatuh cinta atau bagaimana aku tak tahu.Entah kenapa,aku terlihat senyum-senyum
sendiri.Dinara yang sudah mahir dalam percintaan,langsung memberiku wejangan
supaya besok aku tidak kehabisan kata-kata.
“Tapi mau bagaimanapun,lidahku kelu
Din.”
“Makannya,sekarang aku kasih buku
kecil ini.Jangan hilang.Isinya lengkap,panduan memulai percakapan untuk dua
sejoli yang jatuh cinta.”
“Memangnya dia menaruh hati
padaku?”
“Kau ini bodoh ya,kau tidak melihat
sorot matanya yang berbeda?wanita itu kalau sedang jatuh cinta,dia tak mau
menatap mata lelaki yang ada di hatinya.”
“Benarkah?”
“Entah,lelah aku bicara
denganmu.Baca saja buku ini sampai habis,biasakan lidahmu.Kalau bisa buat coret-coretan
di telapak tanganmu biar tak lupa besok.”
Aku memang bodoh kalau urusan
cinta.Jadi,Dinara adalah dokter cintaku sampai aku berhasil membawa pujaan
hatiku ke pelaminan.
Adzan
maghrib berkumandang,tanda harus segera melaksanakan sholat.Kami semua,otomatis
langsung menuju langgar yang letaknya hanya beberapa langkah saja.Aku
tahu,setiap aku menunduk dia berani melihatku.Tapi,kalau aku menoleh dengan
maksud ingin tersenyum.Dia sudah mengalihkan pandangan lebih dulu.Sayang seribu
sayang,kalau begini kapan aku bisa tebar pesona dengan pujaan hatiku.
“Kau tak
perlu tebar pesona.Cukuplah kau beri senyum sedikit saja.Karena,yang suka bukan
hanya kau.”nasihat Dinara.Baiklah,aku harus bisa menunjukkan kesungguhanku.Untuk
urusan uang,tidak usaha khawatir.Aku dari dulu seorang
wirausahawan.Jadi,tabungan untuk ke pelaminan sudah lumayanlah.Langkahku yang
lebar dan cepat membuat nafasku ngos-ngossan.
“Akang,assalammu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”jawabku.Pujaan
hatiku.Dia menyapaku.Alhamdulillah.
Langkahnya cepat sekali.Dari
kejauhan,kudengar suara gadis muda tertawa kecil.
Setelah sholat berjamaah di
langgar.Aku tidak langsung pulang.Memang sengaja,karena dia juga belum pulang.
“Ayo,ke balai.Betah sekali di
langgar.Dinginnnya minta ampun.Ayo,sebentar lagi acara dimulai.”lamunanku
buyar,setelah Tresno menepuk bahuku.
“Ya,sebentar.”aku kesusahan
berdiri,kakiku kesemutan.Ternyata dia sudah pergi ke balai bersama temannya.Dengan
berjalan tertatih-tatih menahan kesemutan yang luar biasa.Akhirnya lenyap juga
dari kakiku.
Sesampainya
di balai,ternyata dia sebagai pembuka acara.Suaranya yang merdu,kembali
melenakan telingaku yang termanjakan dengan suaranya yang lembut.Aku tidak mau
membuang kesempatan emas.Kuambil posisi paling strategis,paling depan,tepat di
hadapannya.Jadi,tidak ada alasan untuk membuang pandangan.Ketika
kucermati,ternyata lantai panggungnya ada yang bolong.Ketika nyanyiannya hampir
selesai,langkahnya pelan ke belakang.Gubrak.Dia terjatuh.Untung saja aku duduk
paling depan.Paling tidak,bisa langsung naik ke panggung dan membopongnya ke
ruang panitia.Dinara memberiku kode supaya lebih lama.Kebetulan dia panitia
acaranya,jadi semua bisa dia atur.
”Aduh..”rintihnya.
“Mana yang sakit,biar kuurut
sebentar.”
“Tidak usah kang.”sambil menahan
sakit,matanya sembab.
“Kau kesakitan,dan aku tidak akan
membiarkan kawan lamaku dirundung kesedihan.Biarkan kuurut kakimu,supaya lekas
sembuh.”
Dia terdiam dari isaknya.Tanganku
dengan cekatan meramu minyak untuk mengurut kakinya yang mulai biru.Di tengah
perjalanan,dia bertanya,
“Akang,belum lupa sama Aisyah?”
Aku diam.”Kau bicara apa?”
“Aisyah pikir,setelah akang
merantau.Akang sudah lupa punya sahabat.”
“Aisyah jangan ngawur kalau
bicara.Mana mungkin akang lupa.”
Dia tak tahu kalau tubuhku rasanya
hangat.Keringatku bercucuran.Grogi.
“Sudah enak kan kakinya.Coba
digerakkan.”
“Sudah kang,terimakasih.”
“Sama-sama.Besok tidak usah ikut
menemani akang mencari tebu ya.”
“Iya kang.”
Setelah
selesai acara di balai,kuantar Aisyah pulang dengan sepeda ontel milik Bapak.
Tangannya melingkar di
perutku,memang malam yang dingin.Mulutku saja sampai menggigil.Ayooo,kurang
beberapa kayuhan lagi sudah sampai.Ketika memasuki rumah Aisyah,orangtuanya
sudah menunggu di teras.Melihat anak gadisnya kesakitan,langsung Pak Muntahar
bergegas mengendong.”Saya pamit pulang Pak,Bu.”
“Eeeee,mau kemana?disini sebentar
dulu.Bapak mau bicara sama kamu,Her.”
“Bicara apa ya Bu?”tanyaku
penasaran.
“Ya makannya,tunggu sebentar.Ibu
mau buatkan kue sama minuman dulu.”
“Tidak usah Bu,malah saya ….”
Belum selesai bicara,Pak Muntahar
keluar sebentar dan menyuruhku masuk.
“Her,bagaimana kabar
orangtuamu?”tanya Pak Muntahar basa-basi.
“Alhamdulillah,sehat Pak.”
“Bapak berterimakasih,kamu sudah
mau menolong Aisyah.Kabar jatuhnya Aisyah barusan Bapak dengar dari Dinara,sepupumu.”
“Iya,Pak.Sama-sama.”
“Aisyah,akhir-akhir ini sering
menangis.”
Suasana menjadi hening.Hanya
terdengar kesibukkan Ibu Muntahar di dapur.
“Ada apa Pak?”
“Dia takut kehilangan kawan
lamanya.”
“Maksud Bapak?Saya?”
“Betul,Bapak tahu betul masa kecil
kalian.Dimana ada Heri disitu pasti ada Aisyah.Tolong Bapak titip Aisyah
ya,Her.”pinta Pak Muntahar.
“Baik,Pak.”aku refleks
menjawab.Karena ini amanah,harus dijaga.
“Banyak yang mau melamar
Aisyah.Tapi hati Bapak tidak srek.Belum ada yang pas.Padahal yang melamar
Aisyah itu sangat mumpuni.”
Pak Muntahar diam sejenak,kemudian
melanjutkan kalimatnya,
“Aisyah,nama yang indah.Bapak
bangga punya anak perempuan seperti dia.Apalagi kamu Her,sahabatnya.Dia tidak
mau menikah,dan tidak mau menjatuhkan pilihan kepada lelaki manapun yang
melamarnya.Alasannya,dia tidak mau durhaka kepada orangtuanya.Jadi,untuk urusan
suami.Ia serahkan kepada Bapak dan Ibu,sebagai orang tua.Karena,ridho
orangtua,ridho Allah juga.”tutur Pak Muntahar.
“Jadi begitu ya Pak?”
“Iya,nak Heri.”
“Pak,seminggu lagi saya mau ke
Surabaya.”
“Surabaya?ada apa Her?kau mau
merantau ke Surabaya?Lama tak kau ke Surabaya?”aku diberi pertanyaan
bertubi-tubi.Tapi,dengan mantab aku menjawab,
“Bapak tahu,saya dari dulu suka
membantu Ibu berjualan.Sejak kecil saya sudah terbiasa hidup sebagai
wirausahawan.Ceritanya,saya diberi satu toko sepatu oleh kawan rantau
saya.Namanya Imam.Sebagai tanda terimakasih,waktu toko bajunya hampir dirampok
orang.Dari satu toko sepatu itu,Pak.Sekarang saya punya sepuluh
cabang.Alhamdulillah konsumen nyaman.Jadi,saya dipercaya untuk mengisi seminar
di Surabaya sebagai wirausahawan muda yang berhasil.”jawabku panjang lebar.Ini
adalah titik terang untuk menuju ke pelaminan.
“Syukur,Her.Bapak tambah bangga
sama kamu.Berapa hari Her?”
“Hanya tiga hari,Pak.”
Kemudian,Bu Muntahar keluar dari
dapur dan membawa nampan penuh dengan gelas berisi teh hangat dan sepiring kue
jahe.Bu Muntahar juga tak mau ketinggalan,
“Her,kamu betul mau ke
Surabaya?”tanya Bu Muntahar.
“Betul,Bu.Tapi hanya seminar
saja.Tidak lama.Hanya tiga hari.”
“Tiga hari itu lama Her,untuk
Aisyah.”
“Maksud Ibu?”
“Waktu Aisyah kau tinggal merantau
selama dua tahun saja,dia murung dan tidak mau makan.Tubuhnya kurus.Untung
saja,Bapak bisa membujuk Aisyah supaya tidak sedih.Soalnya,dia takut kehilangan
kawan lamanya.”
“Kalau begitu,Heri akan terus
menjaga Aisyah,kapanpun diamanapun.”
“Kau tahu maksud Bapak mengajakmu
mengobrol tentang Aisyah?”
“Memangnya ada apa Pak?”tanyaku
dengan hati yang berdegup kencang.Apa mungkin ini adalah kunci membawa Aisyah
ke pelaminan.Kata hatiku semakin ngawur.
“Menikahlah dengan Aisyah,setelah
kau pulang dari Surabaya.”
“Bisa to nak Heri?”tangan Bu
Muntahar memegang pundakku yang lebar.
“Bismillah,Pak,Bu.Heri siap menikah
dengan Aisyah.”
“Alhamdulillah,besok bawa orangtuamu
kemari.Untuk lamaranmu,Her.”
“Baik,Bu.”
Setelah menghabiskan segelas teh
hangat dan satu kue jahe.Aku pamit pulang.Apa ini semua rencana Allah?sungguh
indah rencanaNya.Karena tak mampu membendung perasaan bahagiaku,kuceritakan
semuanya kepada Dinara.Ia juga ikut bahagia,malah dia sampai meloncat-loncat
bahagia,
“Inilah yang namanya rencana
Tuhan.Jodoh itu sudah ada yang ngatur.Witing tresno jalaran seko kulina.”
Pepatah jawa itu,yang selalu
kupegang.Sesampainya di rumah,ternyata Bapak dan Ibu sudah tahu.Jadi,alasan
kenapa tadi ke langgar lebih awal karena orangtua Aisyah merencanakan soal
hubunganku dengan calon istriku.
Malam
ini,aku tidak bisa tidur.Masih senyum-senyum sendiri.Padahal sudah jam duabelas
malam.Biarlah,namanya juga orang lagi bahagia.Lama-lama mataku terpejam,dalam
mimpiku Aisyah tampak cantik dan anggun dengan kebaya putih dan jarik marun
buatan Nyai Rusman.Senyumannya manis.Waktu mau menggandeng tangannya untuk
masuk rumah,aku terbangun.
“Sudah shubuh,sana sholat
dulu.Terus mandi.Kita berangkat ke rumah Pak Muntahar jam delapan.Sebelum pesta
panen dimulai.”
“Nggeh,Pak.”jawabku.
Tepat pukul delapan kami semua
menuju ke rumah Pak Muntahar,disana terlihat sepi.Tapi ada yang lain dengan
rumah ini.Betul,banyak sepeda ontel terparkir di rumah Aisyah.Tapi,kok sepi ya?
“Assalammu’alaikum.”sambil mengetuk
pintu rumah.
Rosiha,dengan kebaya coklat
membukakan pintu dan mempersilahkan masuk.Proses lamaran hanya butuh waktu satu
jam.Setelah itu,kami menuju ke pesta panen didekat balai desa.
Seminggu
berlalu,keberangkatanku ke Surabaya disambut oleh kehadiran Aisyah.Dia
mendekatiku,
“Akang,hati-hati di jalan.Aisyah
siap menunggu.”air matanya mengalir.
“Akang tidak lama,hanya tiga
hari.Setelah itu,Akang siap menikahimu.”
Dia tersenyum.Haru.Kuusap air
matanya.Kemudian,ia memasukkan sapu tangan kecil ke saku bajuku.
“Dijaga ya Akang.”
“Iya Aisyah.”
Kang Yono,yang sedari tadi menungguiku
hanya bisa memandangi kami berdua.
“Her,sudah belum?”tanya Kang Yono.
“Sudah Kang.Aisyah doakan Akang
selamat.”
Aisyah mengangguk,”Pasti Kang.”
Semakin kencang laju motor Kang
Yono,semakin jauh jarak antara Aku dan Aisyah.Sesampainya di stasiun,aku titip
salam buat Aisyah kepada Kang Yono,
“Sampaikan ya Kang,kalau aku tidak
apa-apa.”
“Siap!hati-hati Her.”
“Iya kang.”
Dengan
kereta ekonomi,yang menghabiskan waktu yang tidak sebentar.Aku kelelahan.Akupun
tertidur.Pak kondektur membangunkanku yang masih terlelap.
“Sudah sampai Mas.Ayo bangun.”dia
mengguncang-guncangkan tubuhku.Tapi,dadaku sesak.Aku tak mampu bernafas.Dia
memanggilku.Malaikat telah mengambil nyawaku.Semua orang bingung bukan
kepalang.Aku dibawa ke rumah sakit terdekat.
“Bagaimana keadaannya Dok?”
“Allah telah menempatkan dia di
tempat yang lebih baik.”
Semua orang diam.Pak kondektur yang
menolongku,memulangkan jasadku ke desa.Aku mati.Aisyah,maafkan Akang.Semua
warga desa tak henti-hentinya menangis.Semua pernikahan yang telah direncanakan
hancur berantakan.Aisyah,tak kuat menahan pedih yang mendera.Ia pingsan.Dalam
mimpinya,aku berpesan,
Gadisku,pujaan hatiku.
Aisyah,kau jangan menanggis.Ikhlaskanlah kepergian
Akang.
Cinta Akang tidak akan pernah ada habisnya.
Relakanlah Akang,semailah cinta Akang dengan doamu di
setiap sujudmu.
Kini,takdir berkata lain.
Akang sangat mencintaimu.
Akang cinta Aisyah.
No comments