Kesetaraan Gender dalam Kehidupan Oleh: Yundriana Wanita merupakan simbol keindahan yang diciptakan sebagai perh...
Kesetaraan Gender dalam Kehidupan
Oleh: Yundriana
Wanita merupakan simbol keindahan yang diciptakan
sebagai perhiasan dunia. Tetapi, di sisi lain wanita juga identik dengan simbol
kekerasan dan pelecehan. Selama ini kita sering melihat adanya dominasi budaya
patriarki yang menimbulkan berbagai bentuk ketidak–adilan, diskriminasi, bahkan
berbagai bentuk kekerasan yang banyak menimpa kaum wanita. Walaupun gema
aspirasi bergaung meneriakan emansipasi wanita dan anti diskriminasi terhadap
kaum wanita, tetapi semakin kencang teriakan-teriakan tersebut, semakin banyak
pula wanita–wanita yang tersakiti dan diperlakukan dengan tidak adil.
Kaum wanita sering dianggap sebagai sosok yang lemah dan
tidak pantas untuk bersaing dan disamakan kedudukannya dengan kaum lelaki.
Peran wanita cenderung dikaitkan dengan peran seorang ibu rumah tangga, yang
tugasnya hanya di rumah dan mengurus anak, yang pada akhirnya masyarakat
berasumsi bahwa itulah ''kodrat'' seorang wanita.
Khusus di provinsi Aceh,
emansipasi wanita tentunya akan bertabrakan dengan pemikiran-pemikiran
masyarakat yang kurang fleksibel, dimana masyarakat tersebut tetap akan
memberikan stigma dan mengamini bahwasanya kaum wanita berada di bawah kaum
lelaki. Dogma yang membuat masyarakat menjadi “sedikit” sinis dengan pergerakan
emansipasi wanita. Padahal sejatinya, pergerakan emansipasi wanita adalah
pergerakan yang memperjuangkan hak wanita sebagai bagian dari masyarakat
seperti halnya kaum lelaki, bukannya persamaan kodrat mutlak yang telah
dianugerahkan oleh Allah Swt. ke tiap–tiap kaum (wanita dan lelaki).
Jika kita membuka kembali lembar sejarah, sebenarnya kaum
wanita memiliki pengaruh dan peranan yang sangat penting dalam berbagai segi
kehidupan, khususnya di Aceh. Berdasarkan catatan sejarah, dapat diketahui
bahwa tumbuh kembangnya masyarakat Aceh tidak pernah terlepas dari peran kaum
wanita, baik dalam pemerintahan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Di dalam pemerintahan kerajaan, siapa yang tidak mengenal
ratu Safiatuddin, salah satu generasi pemimpin Kesulthanah
Aceh yang juga mempertahankan kejayaan kesultanan pimpinan. Ada pula Laksamana
Cut Keumalahayati, laksamana wanita di dunia. ''Diplomasi,
diplomasi, diplomasi, perang!'' merupakan pernyataan yang dikemukakan oleh
Laksamana Cut Keumalahayati yang membuat Aceh mendapat tempat istimewa di mata
dunia Internasional.
Dalam pemerintahan sekarang, kita bisa melihat bagaimana
sosok Illiza Sa’aduddin Djamal, Pj Walikota Banda Aceh yang mampu menggantikan
peran Alm. Mawardi Nurdin dengan begitu baik. Dari dunia akademisi, saya selaku
mahasiswi Universitas Malikussaleh, menjadi saksi sejarah,
ketika kemampuan akademis dan kepemimpinan Dr. Ir. Mawardati, M.Si. sosok dosen
yang cukup disegani dan diidolakan oleh banyak mahasiswa, berkat kemampuan dan
jiwa kepemimpinannya yang tinggi, beliau berhasil mendapatkan posisi sebagai
dekan wanita pertama di Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh.
Beberapa sosok yang tersebut di atas, telah memberikan
gambaran yang jelas bahwa kaum wanita juga memiliki potensi yang luar biasa
dalam hal kepemimpinan dan dapat berperan dalam perkembangan bangsa. Proses
yang telah mereka lalui tersebut adalah esensi dari pergerakan emansipasi
wanita. Hal tersebut sudah seharusnya diperjuangkan secara utuh, dengan dasar
niat demi kebaikan kehidupan secara menyeluruh.
Dalam kehidupan berumah tangga, peran wanita sebagai
seorang istri juga tidak kalah pentingnya dengan peran lelaki (suami). Jika
sebuah rumah tangga diibaratkan sebagai sebuah kapal, maka seorang suami
bertugas menjadi seorang nahkoda, istri berperan menjadi wakil nahkoda, dan
anak adalah awak kapal. Dalam pemenuhan ekonomi rumah tangga, saya merasa
peng-analogisan tersebut sangat tepat. Ketika suami yang selama ini diyakini
sebagai sosok yang wajib menafkahi keluarga tidak mampu menjalankan
kewajibannya dengan baik, maka peran istri sudah sepatutnya menutupi kekurangan
suami. Dengan kata lain, istri juga harus bisa mandiri, tidak selamanya harus
bergantung pada suami.
Berdasarkan penelitian tentang peran wanita dalam pemenuhan
kebutuhan pokok keluarga Gampong Meunasah Dayah Muara Satu Kota Lhokseumawe,
Samsul Rizal (2003) menyimpulkan bahwa peran wanita sangat mendukung kestabilan
ekonomi rumah tangga. Kestabilan ekonomi rumah tangga merupakan salah satu
aspek yang dapat mempengaruhi keutuhan rumah tangga, oleh karena itu, istri
(wanita) wajib mengambil peran dengan baik, guna membangun harmonisasi rumah
tangga.
Bila membicarakan konsep kesetaraan gender dalam agama
Islam, sebenarnya
Islam tidak pernah menghalangi kesetaraan
gender antara lelaki dan wanita. Dalam ajaran Islam, pada dasarnya semua manusia
memiliki derajat yang sama di mata Tuhan. Hal ini
sesuai dengan firman Allah Swt :
''... para wanita mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf” (Al-Baqarah : 228).
Selain
itu, sesuai dengan pengakuan salah seorang sahabat Rasululullah, yaitu Umar Bin
Khattab, beliau berkata :
''Pada masa jahiliyah, wanita itu tidak ada
harganya bagi kami. Sampai akhirnya Islam datang dan menyatakan bahwa wanita
itu sederajat dengan laki-laki”.
Dari
kedua dalil di atas, sudah sangat jelas bahwa anggapan Islam melarang emansipasi
wanita adalah suatu kekeliruan. Sebaliknya, Islam sangat
mendukung adanya kesetaraan gender antara kaum wanita dan laki-laki. Akan
tetapi, tuntutan kesetaraan gender juga tidak boleh melewati garis kodrat yang
telah ditentukan. Adalah hal yang wajar jika kaum wanita menuntut persamaan hak
dan kedudukan dengan kaum lelaki dalam dunia pendidikan, politik, dan berbagai
kehidupan lainnya. Namun, di sisi lain wanita juga tidak boleh melupakan kodrat
dan tanggung jawabnya sebagai seorang wanita. Dalam keluarga dan kehidupan
rumah tangga, seorang wanita tetap memiliki perananan sebagai seorang istri
yang berbakti pada suami dan menjaga fitrah keibuannya terhadap anak.
Secara
khusus, banyak hal dan potensi yang dapat digali dari sosok seorang wanita,
baik dalam pemerintahan maupun rumah tangga. Untuk itu, perlu adanya perhatian
khusus dalam menghargai
''keberadaan'' kaum wanita. Salah satunya adalah dengan menanamkan nilai-nilai
kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan masyarakat. Jika nilai–nilai
kesetaraan dan keadilan gender dapat dipahami dan dipraktekkan dalam kehidupan
keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara, maka berbagai permasalahan dan
ketidak-adilan yang membelenggu hak-hak kaum wanita dapat teratasi. Untuk
mewujudkan kesetaraan dan keadilan bagi kaum wanita harus dilakukan beberapa
misi, antara lain adalah :
(1)
Meningkatkan kualitas hidup kaum wanita,. Dengan meningkatnya kualitas hidup
kaum wanita, maka akan berdampak pada kualitas anak yang dikandung, dilahirkan,
dan dibesarkan. Sehingga akan mencetak generasi-generasi penerus bangsa yang
cerdas dan berpotensi. Artinya, peningkatan indeks pembangunan manusia tidak
pernah terlepas dari kualitas hidup kaum wanita.
(2)
Melibatkan peran dan membuka wawasan kaum wanita dibidang politik dan jabatan
publik.
(3)
Menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap kaum wanita,
Pada dasarnya, lelaki dan wanita diciptakan dengan segala
kekurangan dan kelebihan masing-masing. Oleh sebab itu, untuk mencapai suatu kesempurnaan,
antara kaum lelaki dan wanita itu harus saling melengkapi dan mendukung satu
sama lain, bukan saling mendominasi. Hal tersebut tentunya berlaku tidak hanya
di dalam rumah tangga, tapi juga dalam berbagai sendi kehidupan. Dengan adanya
kesetaraan gender antara laki-laki dan wanita, harapan kehidupan lebih baik dan
mencapai kesempurnaan dalam berbagai segi kehidupan akan lebih mudah terwujud.
Penulis merupakan mahasiswi jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
malikussaleh.
Note: Tulisan ini pernah mendapat penghargaan
sebagai juara III pada Lomba Menulis Opini tentang Perempuan yang
diselenggarakan oleh LBH APIK Aceh.
Tahun 2015.
No comments