LUMPUHNYA ETIKA KOMUNIKASI POLITIK (Idealisme dan Realita) Oleh : Cut Arlita Komunikasi politik sebagai kajian Il...
LUMPUHNYA
ETIKA KOMUNIKASI POLITIK
(Idealisme
dan Realita)
Oleh : Cut
Arlita
Komunikasi politik sebagai kajian Ilmu Politik dan
Ilmu Komunikasi. Istilah komunikasi politik mulai banyak disebut-sebut bermula
dari tulisan Gabriel Almond yang berjudul The
Politics of the Development Areas pada tahun 1960. Almond berpendapat bahwa
komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem
politik. Swanson dan Nimmo (1990) dalam New
Direction in Political Communication, menegaskan bahwa, maestream
komunikasi politik adalah studi tentang strategis penggunaan komunikasi untuk
mempengaruhi pengetahuan public, kepercayaan dan tindakan politik. Menurut
Gazali, Komunikasi politik memiliki 4 fungsi, yaitu : (1) mengurangi
ketidakpastian, (2) untuk kepentingan publik, (3) sebagai
alat untuk memprediksi dan, (4) merencanakan dan menyelesaikan komunikasi
strategis.
Banyak
pengamat politik berpandangan sinis: "Berbicara etika politik itu seperti
berteriak di padang gurun." "Etika politik itu nonsens". Realitas politik
adalah pertarungan kekuatan dan kepentingan. Politik dibangun bukan dari yang
ideal, tidak tunduk kepada apa yang seharusnya. Dalam politik, kecenderungan
umum adalah tujuan menghalalkan segala cara.
Politik, kata filosof Hannah Arendt, merupakan seni
untuk mengabadikan diri manusia. Dengan mengabadikan diri merupakan seni untuk
dikenang sesama warga negara dan dicatat sejarah karena jasa-jasa dan prestasi
dalam membangun kehidupan bersama. Lukisan tentang politik yang begitu indah tersebut sebenarnya sudah
dilukiskan para filosof klasik Yunani, seperti Aristoteles dan Plato. Dalam
buku Nichomachean Ethics, Aristoteles
melukiskan politik itu indah dan terhormat. Indah karena politik merupakan
jembatan emas bagi terciptanya kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Terhormat karena semua cabang ilmu lainnya mengabdi kepada ilmu politik.
Demikian juga dalam karya Aristoteles lainnya Politics dan karya filosof Plato
Republic. Dua karya klasik yang telah menjadi magnum opus itu menjelaskan,
sejatinya politik itu agung dan mulia, yaitu sebagai wahana membangun
masyarakat utama.
Namun, apakah
politik seindah itu? Berbicara politik pada tataran normative memberi kesan
naif. Sebab, politik dalam praksisnya adalah pertarungan kekuatan sehingga kecenderungannya
“tujuan menghalalkan cara” ala Machiavelli, selalu terbuka bagi para politikus.
Artinya, karena yang mesti dimenangkan
dalam pertarungan politik itu adalah kepentingan dan keuntungan diri, yang mencuat
adalah konflik kepentingan, dan apabila tidak dikelola dengan baik, anarkisme
politiklah yang terjadi. Lalu, bagaimanakah jika konflik selalu mencuat di
setiap pertarungan politik? Pertanyaan
itulah yang mesti dijawab dengan menghadirkan etika politik sebagai sosok adab
yang dibutuhkan untuk memedomani arah jalannya politik.
Para komunikator
politik yang sebelumnya berjanji membawa bangsa ini terlepas dari belenggu
kemiskinan malahan masuk dalam jurang kemiskinan dan penderitaan. Penduduk
miskin semakin bertambah. Para pengemis semakin hari semakin banyak jumlahnya.
Apakah ini yang dinamakan kebebasan dan kemerdekaan. Anggota DPR yang terhormat
berlomba-lomba menaikkan gaji mereka. Mereka lebih mementingkan diri sendiri
daripada rakyat. Sementara di sudut-sudut kota besar tempat menjulangnya
bangunan tinggi dan megah berceceran anak-anak miskin dan tak dapat mengecap
pendidikan seperti selayaknya yang menjadi hak mereka. Jangankan mengecap
pendidikan untuk bertahan hidup saja mereka harus mengemis dan melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya tidak mereka lakukan untuk tetap hidup.
Hilangnya etika komunikasi politik disebabkan oleh
kewenangan para penguasa untuk merampas apa yang menjadi hak rakyat. Hal yang
sangat ditonjolkan adalah politik aturan yang berlaku. Dalam etika,
aturan-aturan yang sudah menjadi hukum itu perlu ditinjau ulang. Aturan
bukanlah hukum yang sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi. Jika seandainya terbukti
bahwa aturan-aturan tersebut menuai kritikan yang keras dari masyarakat berarti aturan yang berlaku itu perlu diubah
karena melanggar hak-hak orang lain.
Pentingnya
Etika Politik
Etika Politik adalah sarana yang diharapkan mampu menciptakan suasana
harmonis antar pelaku dan antar kekuatan sosial politik serta antar kelompok
kepentingan lainnya untuk mencapai sebesar-besar kemajuan bangsa dan negara
dengan mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi dan
golongan.
Etika politik mengandung misi kepada setiap pejabat dan elite politik untuk
bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki
keteladanan, rendah hati, dan siap untuk mundur dari jabatan publik apabila
terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan
hukum dan rasa keadilan masyarakat. Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap
yang bertata krama dalam perilaku politik yang toteran, tidak berpura-pura,
tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik,
tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya. Etika
politik harus menjadi pedoman utama dengan politik santun, cerdas, dan
menempatkan bangsa dan negara di atas kepentingan partai dan golongan.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memandang bahwa etika politik mutlak
diperlukan bagi perkembangan kehidupan politik. Hal ini dibuktikan dengan
ditetapkannya Ketetapan MPR RI No. VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan
Berbangsa. Dalam Ketetapan tersebut diuraikan bahwa etika kehidupan berbangsa
tidak terkecuali kehidupan berpolitik merupakan rumusan yang bersumber dari
ajaran agama, khususnya yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur budaya
bangsa yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir,
bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.
Rumusan tentang Etika Kehidupan Berbangsa ini disusun dengan maksud untuk
membantu memberikan penyadaran tentang arti penting tegaknya etika dan moral
dalam kehidupan berbangsa. Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa
mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportifitas, disiplin, etos
kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga
kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa.
Etika kehidupan berbangsa ini diuraikan menjadi 6 (enam) etika yaitu, 1)
etika sosial dan budaya, 2) etika politik dan pemerintahan, 3) etika ekonomi
dan bisnis, 4) etika penegakan hukum yang berkeadilan, 5) etika keilmuan, dan
6) etika lingkungan.
Dalam Ketetapan
tersebut juga dinyatakan bahwa Etika Politik dan Pemerintahan dimaksudkan untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan
suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa
bertanggungjawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur
dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta
menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam
kehidupan berbangsa. Etika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara negara memiliki rasa
kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila
merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak
mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara.
Etika
mempertanyakan semua hukum yang sudah berjalan selama ini demi kebahagiaan dan
kesejahteraan masyarakat. Maka Aristoteles tidak pernah melepaskan politik dari
etika. Baginya politik harus berjalan di atas etika.
Penulis merupakan seorang
Mahasiswi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Public Relations Universitas
Malikussaleh, aktif dalam berbagai kegiatan kampus.
No comments