kaget melihat Intan yang tiba tiba masuk kamar ku tanpa permisi. Dia memang sahabat ku sejak kecil mungkin lebih dari sekedar sahabat, ru...
kaget melihat Intan yang tiba tiba masuk kamar ku tanpa permisi. Dia
memang sahabat ku sejak kecil mungkin lebih dari sekedar sahabat, rumah kamipun
bertetangga. Aku segera menyembunyikan diaryku kedalam selimut.
"Nangis lagi? Nggak capek?" Tanya intan padaku, aku hanya
diam tanpa menatapnya.
"Udahlah Feby, dia nggak pantas kamu tangisi, dia aja belum tentu
mikirin kamu kan? Dia lagi ketawa ketiwi disana sama pacarnya dan kamu nangis
tiap hari di kamar cuma karena dia?! Lupakan!"
"Kalo aku bisa juga aku bakal lupakan, tapi aku nggak bisa!"
"aku disini buat bantu kamu, pelukan sahabatmu ini masih hangat
seperti biasanya, lalu kenapa saat sedih kamu memeluk lutut sendiri?! Ayolah
kamu bisa kalo kamu mau!"
"Makasih Intan!" Aku memeluk intan dan menumpahkan semua rasa
sakit ku dipelukan nya.
"Aku punya ide!" Ucap Intan semangat.
"Ide gila apa lagi?"
"Ide gila katamu?" Intan memanyunkan bibirnya, dia terlihat
lucu seperti itu.
"Pokoknya kamu siapin aja barang barang yang aku suruh, besok jam
6 pagi kita berangkat"
"Berangkat? Jam 6 pagi? Kemana?"
"Udahlah nggak usah komen apa apa, kamu siap siap aja! Besok juga
tau sendiri. Anak anak yang lain juga ikut!"
"Kemana sih? Penasaran tau!"
"Udah nggak usah bawel! Ikutin aja apa kata aku!"
"Ok deh boss!"
Jam 5.00 pagi aku sudah bangun dan mempersiapkan segala sesuatu sesuai
yang dikatakan Intan. Seperti obat-obatan pribadi, lotion anti nyamuk, sun
block, baju pantai, tenda, senter, makanan, minuman dan masih banyak lagi.
"Mau kemana sih, kaya mau kemah aja, tapi kenapa bawa baju pantai
bukannya jaket atau sarung tangan?" Pikirku.
Aku pamit pada ibu dan menuju rumah Intan. Ternyata anak anak yang lain
udah pada ngumpul disitu.
"Itu dia orangnya!" Teriak Reza sambil menunjuk kearah ku.
"Sebenarnya kita mau kemana sih pagi pagi gini?"
"Emang Intan belum ngasih tau?" Tiwi malah nanya balik. Aku
hanya menggelengkan kepala.
"Ya udahlah mungkin dia malas ngejelasin orang tulalit kaya' dia.
Nggak bakal ngerti juga" ucap ilham ketus. Aku hanya diam karena sekarang
aku tak punya selera untuk berdebat dengannya.
"Guys udah pada siap?" Teriak Intan yang baru keluar dari
dalam rumahnya.
"Udah dong!"
" yok berangkat, kamu yang bawa mobil ya Bim"
"Ok"
Aku masuk mobil dengan hati yang masih bertanya tanya, mau kemana kita
sebenarnya? Tapi nanya ke mereka juga percuma, nggak ada yang mau memberi
jawaban. Akhirnya aku pasrah ngikutin kemana mobil melaju.
Mobil terus melaju menuju Pantai Barat kota padang. Berarti emang kita
mau ke pantai, tapi kenapa harus bawa tenda? Kaya' mau kemah aja. Saat melewati
pantai aku melihat sepasang kekasih yang tengah menikmati kebersamaannya, saat
itu juga pikiranku kembali mengingat dia. Aku ingin sekali menangis tapi aku
berusaha sekuat mungkin membendung air mata itu.
"Ok kita turun disini dan menuju ke pulau itu menggunakan
perahu" ucap Intan.
"Pulau?" Tanyaku heran.
"Iya, kenapa kok kaget gitu?" Tanya Bima
"Jadi kita mau ke sebuah pulau? Ngapain?"
"Feby, kamu ingat kan besok tanggal berapa?" Tanya Tiwi.
"17 agustus kan? Terus hubungannya apa ama tanggal?"
"Tuh kan emang dasar dianya aja tulalit , ya kita mau upacara
disana lah bego!" Jawab ilham nyolot.
"Upacara? Dipulau?"
"Lho kok gitu ekspresinya? Malahan asik kan upacara di sana,
suasana baru dari pada di lapangan upacara yang udah biasa, suasananya gitu
gitu aja. Nggak bakalan nyesel deh! Aku yang jamin!" Jelas Intan.
"Ya udah deh" jawab ku pasrah.
"Semangat dong!"
"Nama pulaunya apa ntan?" Tanya reza
"Pulau pasumpahan. Surga tersembunyi Sumatera Barat"
For your information guys!
Pulau Pasumpahan adalah sebuah pulau yang berada di perairan Kecamatan
Bungus Teluk Kabung, Kota Padang, Sumbar. Oleh karenanya pulau ini dekat jika
kita menggunakan speed boat atau perahu dari Teluk Bungus yang berada dekat
dari Kota Padang. Klaim akan keindahan lautnya membuat pulau ini mulai dikenal
oleh wisatawan lokal dan mancanegara.
"Ok guys. Kita udah nyampe"
"Bagus banget pemandangan nya ntan"
"Aku bilang juga apa, kalian nggak bakalan nyesel deh. Eh itu
rombongan lain juga udah pada datang"
"Kita upacaranya bareng rombongan yang lain juga ntan? Dari mana
aja?"
"Banyak. Ada yang dari Pariaman, Batu sangkar, Solok, Bukit
tinggi, Dan dari Padang ini sendiri pastinya"
"Banyak juga ya, Tim upacaranya gimana?"
"Tim upacaranya orang padang sebagai tuan rumah. Ya udah kita gabung
ama yang lain yuk, kaya'nya ada beberapa arahan"
Setelah mendengar beberapa arahan dari si tuan rumah, kami mendirikan
tenda di area yang sudah ditentukan. Malamnya acara api unggun. Tak ada yang
membedakan kami disini, semuanya sama sama bahagia. Lagi lagi aku kepikiran
dia, aku ingat dulu kami juga pernah kemah seperti ini. Betapa bahagianya kami
dulu.
"Bengong aja!" Ilham datang mengagetkan ku.
"Bikin kaget aja kamu!"
"Masih galau?" Aku tak menjawab pertanyaan yang memang tak
membutuhkan jawaban.
"Kamu tau yang bikin pahlawan kita miris kalo ngeliat anak muda
zaman sekarang?" Aku hanya menggelengkan kepala.
"Anak muda zaman sekarang kebanyakan galaunya dari pada
kreativitasnya!" Aku memalingkan wajahku menatap ilham sekilas. Tak
biasanya dia bisa seramah itu pada ku. Ku pikir dia datang hanya untuk mengejek
lagi.
"Dan kamu tau nggak apa yang bikin anak muda zaman dulu
galau?" Lagi lagi dia mempertanyakan sesuatu yang tak masuk akal bagiku.
Aku menarik nafas panjang, melihat ombak yang menari nari dilaut malam yang
memantulkan cahaya rembulan. Pemandangan yang begitu indah untuk sebuah hati
yang cukup lelah ini.
"Saat upacara pengibaran bendera, ketika bendera sudah berada
dipuncak tiangnya namun lagu kebangsaan belum selesai dinyanyikan oleh grup
nyanyi. Itu lah yang membuat anak muda zaman dulu galau!" Ilham
melanjutkan ucapannya dan lelucon nya itu membuatku tertawa geli. Tak ku sangka
dia bisa membuat ku terhibur dengan hal sederhana seperti itu. Jam 12 malam
kami berkumpul untuk mengenang para pahlawan dalam rangka hari kemerdekaan yang
di peringati besok. Biasanya apel kehormatan dan renungan suci dilakukan di
pemakaman pahlawan dengan acara tabur bunga dan mendo'akan arwah para pahlawan.
Berhubung kami melaksanakan upacara kemerdekaan disebuah pulau, kami tetap
melaksanakan apel kehormatan dan renungan suci hanya saja ditempat berbeda dan
tidak melakukan prosesi tabur bunga.
Jam 6 saat fajar mulai menyingsing, ilham menarik ku yang masih
setengah sadar.
"Ngapain sih, pagi pagi gini. Masih ngantuk tau! Lagian upacaranya
masih lama kan"
"Liat tuh!" Aku mengalihkan pandanganku mengikuti arah yang
ditunjuk ilham.
"Nggak malu sama Mentari 17 agustus yang begitu indah?" Aku
terpesona melihat mentari yang mulai menampakan dirinya setelah semalaman
istirahat.
"Masih galau?" Ilham bertanya tanpa melihat ku. Matanya masih
saja memperhatikan jalannya mentari. Sama seperti sebelumnya aku tak memberi
jawaban.
"Seseorang yang membuatmu menangis tak pantas untuk kau tangisi.
Buat apa merendahkan diri hanya karena pria seperti itu?"
"Ada apa? Kenapa tiba tiba kamu perhatian? Bukankah sebelumnya
kamu seperti tak suka melihat ku?"
"Terjadi sesuatu. Sudah sejak lama! Dan kau tak menyadari itu!
Sudahlah lupakan saja, kau tak akan mengerti" ntah kenapa tiba tiba
sikapnya berubah. Dan sekarang dia mengatakan sesuatu yang membuatku tak
mengerti.
Ombak yang menari dengan angin yang mendendangkan lagunya seperti ikut
merasakan kebahagiaan bangsa Indonesia yang tengah merayakan hari paling
bersejarah. Hari yang dengan susah payah diperjuangkan oleh para pahlawan yang
rela mengorbankan harta, keringan, bahkan nyawa sekalipun.
"Sudah siap semuanya?" Suara komandan upacara samar
terdengar, suara angin berhasil mengalahkan suara seorang TNI.
semua peserta segera berlari menuju lapangan upacara.
Upacara disebuah pulau yang menyajikan keindahan alam nusantara. Detik
detik proklamasi kemerdekaan RI membuat semangat para pemuda Indonesia
bergelora. Pengibaran Bendera merah putih, mengingatkan kembali sejarah lama
perjuangan para pahlawan untuk bisa mengibarkan bendera kebanggan tersebut.
Upacara penaikan bendera merah putih telah diselesaikan dengan hikmat,
ditemani deburan ombak dan tiupan angin yang membuat suasana berbeda dengan
upacara pada umumnya.
Kami kembali ke tenda masing masing untuk istirahat. Acara di lanjutkan
jam 5 sore dengan Upacara penurunan bendera merah putih.
"Besok pagi tuan rumah menyuruh kita berkumpul untuk memberikan
kenang kenangan" ucap intan yang tiba tiba datang.
"Kenang kenangan? Kita bisa ikutan upacara disini aja udah bahagia
banget, dapat kenang kenangan pula!" Bima paling semangat sama yang
namanya hadiah, tak heran dia berteriak kegirangan.
"Makanya aku nggak pikir dua kali buat ngajak kalian kesini,
ngomong ngomong ide aku bagus kan?" Ucap intan menyombongkan diri.
"Iya deh intan emang TOP B.G.T" Reza memuji intan dengan nada
terpaksa.
Aku beranjak meninggalkan teman teman yang sedang asik nyanyi bareng
ditemani api unggun dan sebagian membakar ikan. Suasana yang begitu hangat,
namun tetap saja hati ku merasa sepi bahkan sangat hampa. Aku menikmati
indahnya malam ditemani hembusan angin yang senantiasa menemani pantai dan
deburan ombak menambah riuh suasana.
Kenangan masa lalu bersamanya kembali melintas dalam pikiranku,
seketika bulir bening yang sudah ku bendung tumpah tak tertahan. Isakku menyatu
dengan riuhnya ombak dan sapuan angin.
"Sampai kapan mau galau galauan terus?" Aku tersentak
mendengar suara ilham yang tiba tiba datang. Dengan cepat aku mengusap air mata
yang membasahi pipi ku.
"Nggak usah disembunyiin. Udah keliatan juga" dia duduk
disamping ku dan ikut memandang hamparan laut yang membentang seperti tak
berbatas.
"Nggak capek?" Ilham kembali bertanya. Aku menatapnya dengan
perasaan tak mengerti. Apa sebenarnya yang dia inginkan, kenapa tiba tiba
sikapnya berubah drastis.
"Kau tau? sejak dulu ada seseorang yang selalu memperhatikan mu,
mengawasi kemanapun kau melangkah, mendoakan mu dalam diamnya, menginginkan mu
yang tak menginginkan nya" aku semakin tak mengerti dengan ucapan nya.
"Dan kau tau? Orang itu adalah aku!" Seakan tak percaya, aku
menatap matanya dalam dalam. Ku cari kebohongan yang mungkin tersembunyi dimata
itu.
"Aku hanya berusaha menutupi perasaan ku. Dan aku berhasil. Kau
hanya mengenal ku sebagai ilham yang menyebalkan, ilham yang tak punya
perasaan, dan ilham yang mungkin tak kau inginkan. Tanpa kau sadari itu caraku
agar bisa terus bersamamu" aku menarik nafas panjang. Mutiara itu kembali
jatuh membasahi pipiku. Tak ku sangka ilham yang ku pikir tak menyukai ku memiliki
perasaan sedalam itu padaku.
"Ya mungkin aku pengecut tak mampu memberitahu mu semua yang aku
rasa. Aku terlalu takut menerima kenyataan jika kau tak memiliki rasa yang sama
dengan ku. Kehadirannya membuatku semakin terpojok. Ku pikir aku tak akan
pernah bisa memberitahu mu. Namun saat melihat mu menangis karena orang itu,
aku begitu kacau. Hatiku berkecamuk dan seperti inilah akhirnya. Semua yang
ingin ku katakan sejak lama akhirnya sampai padamu" aku tak tau harus
menjawab apa. Ada rasa bahagia karena disaat seperti ini ternyata masih ada
yang memperhatikanku. Namun aku bingung karena aku masih belum bisa melupakan
dia, aku hanya tak ingin menjadikan ilham seperti sebuah pelarian. Kami sibuk dengan pikiran masing masing.
"Tak perlu dipikirkan. Aku tak meminta jawaban. Kau tau dengan
perasaan ku saja itu sudah lebih dari cukup" ilham beranjak meninggalkan
ku yang masih tak bersuara. Namun ntah kenapa aku tak ingin dia pergi.
"Ilham!" Ilham menoleh kearah ku tanpa berucap sepatah
katapun. Namun dari tatapan nya seolah bertanya "ada apa?"
"Jika kau mau menunggu sebentar saja, aku akan sangat
bahagia" ucap ku ragu ragu. Dia berjalan mendekatiku.
"Aku sudah terbiasa menunggu dan menunggu sebentar lagi tak
masalah bagi ku" samar samar ku lihat senyum nya.
"Terima kasih" dia menggenggam erat tangan ku. Kami kembali
menikmati indahnya malam dipulau pasumpahan, surga tersembunyi sumatera barat
itu.
"Akan ku hapus luka hati mu dan ku jamin tak akan ada lagi luka
dimasa yang akan datang"
"Kuharap ini bukan sekedar janji" Rembulan 17 agustus menjadi
saksi atas janji yang diucapkan ilham pada ku dan sebagai saksi bahwa aku akan
membuka hati ku seutuhnya untuk ilham.
"Kau tau apa yang membuat anak muda zaman dulu galau?"
"Saat upacara pengibaran bendera, ketika bendera sudah berada
dipuncak tiangnya namun lagu kebangsaan belum selesai dinyanyikan oleh grup
vokal.
Kamu sudah menanyakan itu sebelumnya"
Kamu sudah menanyakan itu sebelumnya"
"Tidak. Kamu salah"
"Salah?"
"Iya. Seharusnya, saat upacara pengibaran bendera, ketika lagu
kebangsaan sudah selesai dinyanyikan oleh grup vokal. Benderanya masih setengah
tiang dan petugas yang menaikan bendera dengan terburu buru menarik tali agar
bendera sampai di puncak tiangnya dengan cepat"
"Lho jawaban kamu kemarin bukan itu! Kok sekarang udah beda lagi
jawabannya?"
"Emang jawaban aku dari kemarin itu kok, kamu aja yang lupa. Efek
galau" aku memanyun kan bibirku pura pura marah.
"Makanya jangan galau galauan nggak jelas. Kau tak tau betapa
galaunya para pahlawan kita dulu saat berusaha mengibarkan bendera kebanggaan
kita. Sekarang kita hanya untuk melaksanakan upacara bendera setiap hari
seninpun masih saja mengeluh, sedangkan beliau hanya untuk mengibarkan bendera
saja harus dengan susah payah menguras keringat, air mata dan pertumpahan
darah"
"Iya. Aku tau kok dan aku akan belajar untuk menghargai itu.
Tidak akan mengeluh lagi saat upacara kepanasan, saat hormat bendera tangan pegal"
Tidak akan mengeluh lagi saat upacara kepanasan, saat hormat bendera tangan pegal"
Dan pada akhirnya aku sadar bahwa selama ini kita terlalu manja,
upacara sekali seminggu dengan fasilitas yang memadai kita anggap hal sepele
bahkan tak begitu penting, sedangkan jika kita lihat sejarah para pahlawan
dengan susah payah untuk bisa menjadikan bangsa ini sebagai bangsa yang merdeka
untuk masa yang akan datang. Seandainya saja mereka tak memperdulikan masa
depan, mungkin sampai saat ini kita tak bisa mengibarkan bendera kebanggan
dengan leluasa. Tak bisa menikmati kekayaan alam yang seharusnya adalah milik
kita namun diambil alih para penjajah. Tak akan bisa menikmati teknologi yang
kian hari kian berkembang. Bersykurlah memiliki pahlawan yang rela berkorban
tanpa meminta imbalan. Bahkan sebagian pahlawan yang masih hidup saat ini
banyak yang terlupakan. Mereka mempertahankan kemerdekaan bangsa ini namun
setelah merdeka mereka dilupakan. Jika mereka mau, mereka bisa menuntut kehidupan
yang lebih layak, namun karena jiwa pahlawan bukan lah jiwa yang haus akan
imbalan.
Harusnya kita yang menyadarinya, tak perlu berlebihan setidaknya buat
mereka merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya. Kau, aku dan kita semua sering
melupakan hal yang harus di ingat namun selalu mengingat hal yang seharusnya
dilupakan.
Jadilah pemuda yang bisa membuat bangsa ini bangga memiliki mu. Jangan
biarkan masa muda mu terbuang sia sia hanya untuk bergalau galau ria. Dan
jangan sampai perjuangan para pahlawan untuk bangsa ini sia sia karena memiliki
pemuda yang berhati rapuh. Apa anda
yakin Bangsa kita benar benar sudah merdeka? Tikus tikus berdasi kian hari kian
membanjiri bangsa ini. Bahkan itu lebih menyedihkan dibanding dengan saat kita
dijajah 3 setengah abad oleh Belanda dan 3 setengah tahun oleh Jepang.
Hai para pemimpin!
Jika kau belum bisa memberi untuk rakyat setidak nya jangan mengambil
yang seharusnya milik rakyat. Tanpa kau sadari, pengemis lebih tinggi
derajatnya dibandingkan dirimu.
No comments